Fakta aktual menunjukkan bahwa kesibukan kerja ayah dan ibu dari berbagai strata sosial di Indonesia saat ini sudah sedemikian rakusnya menyita waktu hingga mereka rela menyerahkan tugas mengasuh plus membimbing anak-anak mereka pada para orangtua subkontraktor semisal baby sitter bahkan asisten rumah tangga yang sebenarnya tidak punya kapabilitas untuk itu. Keadaan semakin diperparah dengan kian permisifnya mereka memberikan akses internet melalui serangkaian gadget mutakhir, tablet/smartphone/laptop, lengkap dengan akses WiFi di rumah sekedar untuk meyakinkan diri sendiri bahwa mereka telah ‘memberikan yang terbaik pada anak’.

Pubertas-2

Lantas apa yang terjadi selanjutnya, moms n dads ? Sejumlah fakta miris dipaparkan oleh Pemerhati Anak, Elly Risman, Psi., yang juga Direktur Yayasan Kita & Buah Hati (YKBH) dalam seminar sehari bertajuk ‘Menjadi Orangtua Bijak Dalam Mendampingi Pubertas Anak’ yang diselenggarakan atas prakarsa Yayasan Pendidikan Rumah Belajar Tamansari Persada ( YPRBTP) pada Sabtu (28/2) lalu bertempat di aula kampus RBP, Jatibening, Bekasi. Seminar yang dihadiri oleh founder RBP, Agus Basuki Yanuar dan Revita Tantri Yanuar, serta Ketua YPRBTP, Wina Yunitasari, SPd., tersebut diikuti oleh lebih dari seratus orang ibu dan ayah yang mencemaskan kesejahteraan jiwa anak-anak mereka di era yang mengkondisikan semua orang bisa mengakses informasi nyaris tanpa batas, termasuk seputar pornografi.

Elly memperlihatkan survei yang dilakukan oleh lembaganya pada komunitas anak kelas 4-6 SD di beberapa lokasi dengan total jumlah responden 2227 orang periode Januari-Desember 2014 dengan hasil 52 persen di antara mereka menonton / mengakses materi pornografi di rumah sendiri / saudara diikuti bioskop (18 persen) dan rumah teman (10 persen), selebihnya terserak di warnet, sekolah, serta tempat-tempat lain. Film bioskop/dvd menempati peringkat pertama media pornografi yang dilihat anak disusul situs, games, dan komik yang sama-sama berada di peringkat berikutnya dengan masing-masing 13 persen (total 39 persen), menyusul kemudian video klip ( 12 persen ) serta sinetron & TV ( 10 persen ). Rumah ternyata merupakan zona yang paling banyak dipakai anak-anak untuk mengakses konten pornografi dan para orangtua, secara tidak sadar, justru menfasilitasi hal itu …. Ironis, bukan?

Pernah dengar istilah ‘gangbang’ ? Itu adalah kata sandi anak-anak/remaja untuk ‘orgy’ alias pesta seks. Jangan kaget kalau saat konsultasi, anak-anak kelas 4-6 SD yang tulisan tangannya masih cakar ayam itu dengan enteng menanyakan ‘ngesex itu berapa lama’ atau ‘senggama kapan dilakukan’ bahkan tentang teknik melakukannya. Elly memperlihatkan slide yang berisi rekaman tulisan tangan asli anak-anak tersebut pada peserta seminar,”Ini buktinya kalau kami tidak mengada-ada.” Tutur Elly. Kutipan berita sebuah media online pada slide sebelumnya berisi berita kekagetan seorang kepala SMP di Tanjungpinang atas pengakuan muridnya yang baru duduk di kelas 7,”Cuma saya dan seorang kawan perempuan yang tak menonton, yang lainnya semua menonton.”  Tontonan yang dimaksud adalah film porno dalam ponsel yang ditonton secara bergiliran di kelas saat tak ada guru, para murid saling bertukar konten porno yang mereka peroleh, dan tidak tanggung-tanggung ada di antara mereka yang langsung mempraktekkannya di tempat seusai nonton.

Pubertas-1

Elly memperingatkan bahwa sudah saatnya orangtua merubah agenda hidup mereka dengan menyediakan porsi waktu dan stamina lahir-batin untuk menjalin silaturahim yang lebih intensif dengan anak, termasuk berkomunikasi langsung seputar seksualitas dan seks secara lebih bijak-terbuka karena gempuran para pengusaha pornografi yang membidik anak-anak / remaja sebagai pasar jangka panjang mereka memang sudah tidak bisa dipandang remeh.

Orangtua tidak boleh gaptek, pastikan telah membuat kesepakatan seputar peraturan dalam penggunaan internet dengan anak, tanamkan pada mereka untuk tidak membeberkan persoalan pribadi di akun internet termasuk meng’upload’ foto-foto yang tidak sopan, dan kalau perlu blok chatroom-nya (anda bisa menggunakan fitur blok di KAKATU.COM secara gratis, -pen.). Ajari anak untuk mematikan komputer saat menemukan konten pornografi dan menceritakannya pada anda. Pokoknya, menurut Elly, pastikan ada akses untuk mengontrol semua peralatan di rumah maupun di tangan anak-anak , terus belajar memahami berbagai piranti untuk menyaring konten internet yang boleh atau tidak dikonsumsi anak, lakukan pendampingan dan diskusi terus menerus.

Orangtua juga sebaiknya merevitalisasi hubungan dengan Yang Maha Kuasa melalui taubatan nasuha, ibu atau ayah salah satunya harus fokus pada pengasuhan anak, terus belajar meningkatkan kemampuan/pengetahuan, bayar ‘hutang’ pengasuhan anak akibat terlalu sibuk sebelumnya, perkuat pemahaman agama tentang pacaran, lamaran, dan seks halal agar bisa menjelaskannya sebaik mungkin pada anak, dan seberat apapun kasus yang menimpa anak anda , jangan pernah putus harapan terhadap rahmat Allah Swt. Sesungguhnya anak-anak adalah milik Sang Pencipta, maka jangan sungkan minta pertolonganNya untuk urusan membimbing anak.

Follow us on Twitter

@RBP_Explorer @RumahBelajar_RB @HSKSJatibening