Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Maka, hindarilah mengklaim buah hati Anda sebagai anak bodoh hanya disebabkan oleh ada nilai merah di rapornya. Pasti ia menyimpan kecerdasan pada sisi yang lain, bahkan pada hal-hal yang kadang tidak termuat dalam kurikulum pendidikan dan mata pelajaran di sekolah. Selain orangtua, pihak sekolah pun memiliki peran penting dalam perkembangan kecerdasan anak.
Menurut Munif Chatib, seorang konsultan pendidikan, dalam seminar quality time yang bertajuk Sekolahnya Manusia dengan Homeschooling Bukan Sekolahnya Robot, mengatakan bahwa fungsi sekolah adalah sebagai agen pengubah (agent of change) yang artinya:
– Sekolah yang berperan sebagai agen pengubah kondisi siswanya dari kondisi negatif menjadi kondisi positif.
– Setiap anak mempunyai hak untuk mengenyam pendidikan, bagaimanapun kondisinya.
Sekolah tidak berhak menerapkan sejumlah tes masuk yang menghalangi hak anak untuk belajar.
Apa Itu Multiple Intellegences?
Seorang anak dikategorikan cerdas bukan karena ia pandai matematika saja dengan nilai-nilai yang bagus, sedangkan anak yang lain yang tidak menguasai matematika bahkan sulit menerima mata pelajaran tersebut maka dikategorikan “bodoh”. Anggapan itu salah besar. Kenapa? Karena setiap anak memiliki kecerdasan masing-masing dan terus berkembang. Oleh karena itu untuk memahami kecerdasan anak, Dr. Howard Gardner mengemukakan teori Multiple Intellegences (MI) atau Kecerdasan Majemuk. Melalui MI inilah kecerdasan anak dapat terungkap sehingga tiap potensi dalam dirinya dapat dihargai.
9 Kecerdasan Majemuk yang Dimiliki Anak:
Anak belajar secara visual dan mengumpulkan ide-ide. Mereka lebih berpikir secara konsep (holistik) untuk memahami sesuatu. Kemampuan untuk melihat ”sesuatu” di dalam kepalanya itu mampu membuat dirinya pandai memecahkan masalah atau berkreasi.
2. VERBAL/LINGUISTIC (Cerdas Kata/Word Smart)
Anak belajar lewat kata-kata yang terucap atau tertulis. Kecerdasan ini selalu mendapat tempat (unggul) dalam lingkungan belajar di kelas dan tes-tes gaya lama.
3. MATHEMATICAL/LOGICAL (Cerdas Logika-Matematik/Logic Smart)
Anak senang belajar melalui cara argumentasi dan penyelesaian masalah. Kecerdasan ini juga pas ditampilkan di dalam kelas.
4. BODILY/KINESTHETIC (Cerdas Tubuh/Body Smart)
Anak belajar melalui interaksi dengan satu lingkungan tertentu. Kecerdasan ini tak sepenuhnya bisa dianggap sebagai cerminan dari anak yang terlihat ‘sangat aktif’. Kecerdasan ini lebih senang berada di lingkungan di mana ia bisa memahami sesuatu lewat pengalaman nyata
5. MUSICAL/RHYTHMIC (Cerdas Musik/Music Smart)
Anak senang dengan pola-pola, ritmik, dan tentunya musik. Termasuk, bukan hanya pola belajar auditori tapi juga mempelajari sesuatu lewat indentifikasi menggunakan panca indera.
6. INTRAPERSONAL (Cerdas Diri/Self Smart)
Anak belajar melalui perasaan, nilai-nilai dan sikap.
7. INTERPERSONAL (Cerdas Bergaul/People Smart)
Anak belajar lewat interaksi dengan orang lain. Kecerdasan ini mengutamakan kolaborasi dan kerjasama dengan orang lain.
8. NATURALIST (Cerdas Alam/Nature Smart)
Anak senang belajar dengan cara pengklasifikasian, pengkategorian, dan urutan. Bukan hanya menyenangi sesuatu yang natural, tapi juga senang menyenangi hal-hal yang rumit.
9. EXISTENTIAL (Cerdas Makna/Existence Smart)
Anak belajar sesuatu dengan melihat ‘gambaran besar’, “Mengapa kita di sini?” “Untuk apa kita di sini?” “Bagaimana posisiku dalam keluarga, sekolah dan kawan-kawan?”. Kecerdasan ini selalu mencari koneksi-koneksi antar dunia dengan kebutuhan untuk belajar.
Kini, teori Multiple Intellegences (MI) atau kecerdasan majemuk mulai dikenal di kalangan institusi pendidikan. Namun, apakah mereka memahami tentang maksud tujuan dari teori MI ini? Di dalam bukunya yang berjudul Sekolahnya Manusia, Munif menerangkan bahwa setidaknya Dr. Howard Garner menyebutkan 3 (tiga) paradigma mendasar yang harus dipahami orangtua dan lembaga-lembaga pendidikan tentang kecerdasan anak, yaitu:
Kecerdasan seseorang tidak mungkin dibatasi oleh indikator-indikator yang ada dalam achievement test (tes formal). Sebab setelah diteliti, ternyata kecerdasan seseorang itu selalu berkembang atau dinamis.
Tes yang dilakukan untuk menilai kecerdasan seseorang, praktis hanya menilai kecerdasan pada saat itu, tidak untuk satu bulan lagi apalagi sepuluh tahun lagi. Artinya,kecerdasan dapat dilihat dari kebiasaan seseorang. Munif menegaskan bahwa sumber kecerdasan seseorang adalah kebiasaannya untuk membuat produk-produk baru yang punya nilai budaya (kreativitas) dan kebiasaannya menyelesaikan masalah secara mandiri.
2. Kecerdasan Itu Multidimensi
Sangat terbatas apabila kecerdasan seseorang harus ditentukan oleh angka-angka IQ. Hal ini merupakan reduksi dan penyederhanaan makna yang sangat sempit untuk sebuah esensi luas yang bernama kecerdasan. Bagaimana dengan kemampuan untuk menganalisis, kreativitas, dan kemampuan praktis seseorang? Angka-angka IQ tidak mampu menjawab semua itu.
Dr. Howard Garner yang menciptakan teori MI, mengatakan bahwa kecerdasan seseorang dapat dilihat dari banyak dimensi, tidak hanya kecerdasan verbal (bahasa) atau kecerdasan logika saja. Oleh karena itu Gardner memberikan label “multiple” (jamak atau majemuk) pada luasnya makna kecerdasan.
3. Kecerdasan, Proses Discovering Ability
Multiple Intellegence memiliki metode discovering ability, artinya proses menemukan kemampuan seseorang. Metode ini meyakini bahwa setiap orang pasti memiliki kecenderungan jenis kecerdasan tertentu. Dan, kecenderungan tersebut harus ditemukan melalui pencarian kecerdasan.
Peran Orangtua, Guru, dan Sekolah
Multiple Intellegences menyarankan kepada kita untuk mempromosikan kemampuan atau kelebihan seorang anak dan mengubur ketidakmampuan atau kelemahan anak. Proses menemukan inilah yang menjadi sumber kecerdasan anak.
Dalam mencapai kecerdasan ini, tentu saja seorang anak membutuhkan bantuan dari lingkungan sekitarnya, baik itu orangtua, guru, sekolah, maupun sistem pendidikan yang diimplementasikan di suatu Negara. Perlu diketahui juga bahwa banyak contoh tokoh-tokoh yang cerdas, terkenal, dan bermanfaat bagi masyarakatnya ternyata memiliki kelemahan.
Munif mengungkapkan, dengan MI ini maka anak akan:
Nah parents, sebuah proses mendidik anak yang terbaik adalah belajar yang berkualitas dan menyenangkan untuk semua kondisi.